DICABUTNYA KEBERKAHAN WAKTU

Salah satu tanda-tanda kecil dekatnya hari kiamat adalah waktu yang terasa semakin singkat. Hadits tentang hal ini cukup banyak, diantaranya hadits riwayat Imam Ahmad dan Al-Tirmidzi dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda,

لا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَقَارَبَ الزَّمَانُ ، فَتَكُونَ السَّنَةُ كَالشَّهْرِ ، وَيَكُونَ الشَّهْرُ كَالْجُمُعَةِ ، وَتَكُونَ الْجُمُعَةُ كَالْيَوْمِ ، وَيَكُونَ الْيَوْمُ كَالسَّاعَةِ ، وَتَكُونَ السَّاعَةُ كَاحْتِرَاقِ السَّعَفَةِ

“Tidak akan tiba hari kiamat hingga waktu semakin singkat. Satu tahun bagaikan satu bulan, satu bulan bagaikan satu minggu, satu minggu bagaikan satu hari, satu hari bagaikan satu jam. Dan satu jam bagaikan api yang membakar daun kurma.” [ HR. Ahmad 10560 ].

Dalam hadits Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah juga bahwa Nabi Saw bersabda, “Waktu akan semakin singkat, harta akan berlimpah ruah, fitnah akan menyebar, dan akan banyak terjadi pembunuhan.”

Arti dari dekatnya waktu
Ada beberapa pendapat para ulama tentang makna berdekatannya zaman, di antaranya:

Pertama : Maksudnya adalah sedikitnya keberkahan di dalam waktu. Keberkahan yang paling penting adalah keberkahan di dalam hidup dan waktu kita. Sebab, demi Allah, kita diciptakan untuk sebuah tugas maha penting, dan waktu adalah modal yang paling utama agar kita dapat menunaikan tugas tersebut dengan baik. Tanpa keberkahan dan manajemen waktu, seseorang tidak akan dapat menunaikan tugas itu dengan sempurna. Karena itu, bagi mata hamba-hamba Allah yang sejati, waktu jauh lebih mahal dan lebih berharga daripada uang dan harta benda apapun di dunia ini. Keberkahan dalam waktu menjadi dambaan mereka melebihi yang lainnya.

Imam Abu Bakar bin ‘Ayyasy berkata, “Andai seseorang kehilangan sekeping emas, ia akan menyesal dan memikirkannya sepanjang hari. Ia mengeluh: Inna lillah, emas saya hilang. Namun belum pernah seseorang mengeluhkan: satu hari telah berlalu, apa yang telah aku lakukan dengannya?”
Orang-orang seperti ini selalu menyesal jika sebuah detik dari waktunya berlalu tanpa manfaat. Seorang ahli hadits kenamaan Abu Bakar Al-Khatib Al-Baghdadi sering kali terlihat sedang membaca sambil berjalan sebab ia tidak ingin membuang waktunya percuma. Imam Ibn Rusyd, ahli fiqih dan filsafat terkenal, juga diceritakan tidak pernah meninggalkan membaca buku dan mengajar sepanjang hidupnya kecuali dua malam saja: yaitu ketika ia menikah dan ketika bapaknya meninggal dunia.

Keberkahan waktu dapat kita lihat di sejarah hidup tokoh-tokoh Islam sejak masa sahabat. Mereka berhasil melahirkan prestasi besar hanya dalam masa yang sangat singkat sehingga agak sukar diterima logika “zaman hilang-berkah” kita ini. Zaid bin Tsabit, misalnya, berhasil melaksanakan perintah Nabi Saw untuk menguasai bahasa Yahudi (Suryaniah) –percakapan dan tulisan- hanya dalam 17 hari saja. Padahal pada saat itu belum ada alat bantu modern audio visual seperti sekarang ini. Bandingkan dengan diri kita yang memerlukan masa bertahun-tahun untuk mempelajari bahasa Arab atau Inggris tanpa memperoleh hasil yang membanggakan.

Begitu juga, Imam Ibn Al-‘Arabi (ahli hadits dan fiqih mazhab Maliki asal Andalusia) berhasil menulis berbagai buku-buku besar dan penting, salah satunya sebuah tafsir setebal delapan puluh ribu lembar halaman. Imam Jalaluddin Al-Suyuthi berkata bahwa pemimpin Ahlusunnah wal jama’ah Syeikh Abul Hasan Al Asy’ari pernah menulis sebuah tafsir sebanyak 600 jilid. Al-Suyuthi berkata, “Sekarang buku itu masih berada di perpustakaan Al-Nizhamiah di Baghdad.”

Belum lagi Imam Al-Ghazali yang hanya hidup 55 tahun, dan Al-Nawawi yang hidup hanya 45 tahun, namun berhasil menulis banyak buku berharga berjilid-jilid. Juga Imam Ibn Al-Jauzi yang dikatakan Imam Al-Dzahabi, “Aku tidak mengetahui seorang ulama yang menulis sebanyak tulisan orang ini.”
Siapa yang pernah mencoba menulis buku pasti tahu betapa besar keberkahan yang Allah berikan kepada waktu para ulama ini. Sebagai manusia biasa, mereka memiliki waktu sama dengan kita: satu bulan terdiri dari empat minggu, satu minggu terdiri dari tujuh hari, dan satu hari terdiri dari 24 jam. Namun keberkahan dalam waktu memungkinkan mereka berkarya dan membuahkan prestasi lebih banyak dari kita.
Keberkahan waktu benar-benar kita rasakan telah hilang pada masa kita ini sehingga sering kali sebuah buku tidak dapat kita selesaikan meski berbulan-bulan telah berlalu. Kitapun juga mendapati ketidak mampuan melakukan pekerjaan persis seperti yang dilakukan sebelumnya.

Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Hal ini telah didapati pada zaman kita sekarang ini. Karena kita telah menjumpai cepatnya waktu berlalu yang tidak pernah kita temukan pada zaman sebelum kita.” [Fat-hul Baari (XIII/16].
Kemungkinan hal itu terjadi karena lemahnya keimanan yang disebabkan oleh pelanggaran-pelanggaran syari’at dalam berbagai hal, terutama pelanggaran dalam hal makanan. Tidak diragukan di dalamnya ada sesuatu yang murni haram dan yang syubhat, dan kebanyakan manusia tidak berhenti mengkonsumsi hal itu, walaupun ia sanggup untuk mendapatkan sesuatu yang halal. Akan tetapi dia tetap mengambilnya tanpa mau peduli.
Dan kenyataannya bahwa keberkahan dalam waktu, rizki, dan tumbuhan hanya dapat diwujudkan dengan kekuatan iman, mengikuti perintah, dan menjauhi larangan, dalil akan hal itu adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ
“Jika penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi….” [Al-A’raaf: 96]
Lemah iman memang membawa kepada berbagai maksiat dalam pekerjaan seperti melakukan korupsi, menerima suap dan lain-lain. Padahal perbuatan ini hanya memberi keuntungan semu yang akan sirna dalam masa singkat. Pengkhianatan (dalam pekerjaan) menghapus berkah sebagaimana haram menghapus halal. Barangsiapa berkhianat dalam satu dirham, Iblis akan menyeretnya untuk berkhianat dalam seribu dirham.
Tak ada keberkahan selama haram menjadi santapan kita. Sebab makanan yang haram atau syubhat selalu menghalangi manusia untuk menggunakan waktunya dengan efektif. Fenomena malas dan tidur ketika beribadah, menuntut ilmu dan bekerja lahir akibat konsumsi makanan seperti ini. Sedangkan obat yang paling mujarab untuk mengusir kantuk adalah memakan halal dan menjauhi haram atau syubhat. Barangsiapa memakan haram dan syubhat, banyak tidurnya.

Kedua : Maknanya adalah singkatnya waktu, cepat secara hakiki, hal itu terjadi di akhir zaman.
Peristiwa ini belum terjadi sampai sekarang, hal itu diperkuat oleh riwayat yang menjelaskan bahwa hari-hari ketika Dajjal datang terasa lama, sehingga satu hari bagaikan satu tahun, bagaikan satu bulan dan bagaikan satu pekan. Sebagaimana hari-hari itu terasa lama, maka ia pun bisa terasa singkat [Mukhtashar Sunan Abi Dawud (VI/142)]. Ini terjadi karena rusaknya tatanan alam, dan telah dekatnya kehancuran dunia.

Ibnu Abi Jamrah rahimahullah berkata, “Kemungkinan yang dimaksud dengan dekatnya zaman adalah singkatnya (waktu) sesuai dengan yang diungkap dalam sebuah hadits:
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَكُونَ السَّنَةُ كَالشَّهْرِ.
“Tidak akan tiba hari Kiamat hingga satu tahun bagaikan satu bulan.”
Oleh karenanya, maka singkatnya waktu bisa berupa sesuatu yang dapat dirasakan oleh indra atau sesuatu yang maknawi.
Adapun yang bisa dirasakan indra sama sekali belum nampak, mungkin hal itu terjadi sebagai tanda dekatnya Kiamat.

Demikianlah tanda diantara tanda tanda dekatnya kiamat. Sebagian telah terjadi yaitu hilangnya keberkahan umur dan waktu yang kita lalui. Sebagiannya belum kita lalui yaitu pendeknya waktu yang bias dirasakan oleh indra kita. Mari berusaha untuk memanfaatkan waktu agar tidak berlalu dengan sia sia. Karena umur dan waktu yang berkah adalah umur yang bisa digunakan untuk banyak melakukan amal shalih.

One response to this post.

Tinggalkan komentar